Kamis, 03 Mei 2018

Masterpiece anak manusia: Terusan Suez


Masterpiece anak manusia: Terusan Suez
Oleh: Hani Cahya Agustin

            Dahulu sebelum tahun  1869  tepatnya hari Senin 17 November, semua pedagang atau pelaut dari daratan Eropa atau Amerika utara harus menempuh jarak yang sangat jauh dan memakan waktu lama jika ingin menuju daratan Asia atau Australia, begitupun sebaliknya.
           


Gb.1 perbandingan rute awal yang harus ditempuh dengan sesudah adanya terusan suez

Namun, setelah seorang insinyur Perancis yang bernama Ferdinand Vicomte de Lesseps yang menangani proyek terusan suez ini selesai pada tahun 1869, para pedagang dan pelaut itu tidak perlu lagi melakukan perjalanan memutari  perairan barat afrika menuju selatan benua itu hingga baru berbelok ke arah timur untuk menuju Asia atau Australia. Terusan yang membentang hingga 193,3 km ini membuat  kapal-kapal kargo yang memuat segala barang pun bisa memangkas jarak perjalanan hingga 7.000 km dengan melaluinya.
Walaupun ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa pembuatan terusan ini sudah dimulai pada masa Firaun Senusret III tahun 1850 SM. Terusan sederhana ini dibuat untuk menghubungkan laut merah dan sungai nil.


Gb.2 Ilustrasi pembukaan Terusan Suez. tirto.id/Wikimedia Commons

Tetapi ternyata mega proyek ini tidak terlalu berjalan mulus karena sebagai jalur perdagangan yang sangat penting, terusan ini ‘memikat’ banyak pihak. Seperti saat Inggris yang  mengkolonisasi Mesir pada awal 1880-an, sehingga berkuasa juga atas Terusan Suez. Konvensi Konstantinopel tahun 1888 yang ditandatangani Inggris, Jerman, Austria-Hungaria, Spanyol, Perancis, Italia, Belanda, Kerajaan Rusia, dan Kerajaan Utsmaniyyah menyatakan bahwa Terusan Suez adalah kawasan netral, namun tetap di bawah pengawasan Inggris.
Namun penguasaan inggris terhadap terusan ini mendapat perlawanan dari Presiden Mesir saat itu yaitu Gamal Abdul Nasser yang ingin mengolonialisasi terusan suez dan mendapat dukungan dari rakyat mesir sendiri.
Keputusan yang resmi diumumkan pada 26 Juli 1956 ini merupakan tindak lanjut dari gagasannya yaitu nasionalisme arab yang mendapat kecaman dari inggris ditambah dengan ciri rezim yang makin sosialis dan condong ke Uni Soviet, membuat Inggris dan AS melepas dana bantuan pembangunan ke pemerintah Mesir untuk membangun Bendungan Aswan.
Puncaknya ketikan tentara Inggris, Perancis, dan Israel menginvasi Mesir pada 29 Oktober 1956. Israel kebagian menganeksasi Semenanjung Sinai, dan ditanggapi Mesir dengan aksi militer penuh. Inggris dan Perancis turut membekingi dengan mengirimkan pasukan. Jika Israel bernafsu meluaskan teritori negaranya, Inggris dan Perancis ingin menggulingkan Nasser sehingga bisa kembali menguasai Terusan Suez.
Hingga pada akhirnya menteri luar negeri Kanada Lester B. Pearson menilai perang tersebut akan membahayakan kepentingan banyak pihak dan mengajak PBB meredakan stuasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar